Surat dari Che Guevara, untuk Kawan-kawan Muda
(Che Guevara)
Kalau aku boleh memilih untuk 
berjuang, mungkin saat ini aku ingin tinggal bersama kalian. Melewati 
jalanan yang padat lalu lintas, dengan iring-iringan spanduk yang 
panjang, kalian ketuk nurani para penguasa. Kaum yang berbaju megah, 
berkendaraan bagus dan punya mobil mengkilap. Kalian pertaruhkan 
segalanya, kesempatan untuk hidup senang, kemapanan pekerjaan, dan 
sekolah yang kini kian mahal. Buang segala teori sosial yang ternyata 
tak bisa membaca kenyataan. Keluar kalian dari training-training yang 
pada akhirnya tidak membuat kita paham dan mau membela orang miskin. 
Kupilih tinggal serta berjuang di hutan karena di sana aku kembali 
mendengar rintih dan suara orang yang hidupnya menderita.
Andaikan aku masih diberi 
kesempatan untuk kembali ke negerimu pastilah aku enggan untuk duduk di 
kursi. Akan aku habiskan waktuku untuk mengelilingi kotamu yang padat 
dengan orang miskin. Akan kusapa setiap anak lapar yang menjinjing bekas
 botol minuman untuk mendapat uang receh. Akan aku datangi para nelayan 
yang kini lautnya dipenuhi oleh pipa-pipa gas perusahaan asing. Akan 
kubantu para buruh bangunan yang menghabiskan waktunya untuk memanggul 
alat-alat berat. Dan akan kutemani para buruh pabrik yang masih saja 
diancam oleh PHK. Tentu aku akan mendatangimu anak muda, yang resah 
dengan kenaikan BBM atau proyek pendidikan yang kian hari kian mahal. 
Kurasa aku tidak bisa istirahat jika tinggal di negerimu.
Kalau aku boleh memilih untuk 
melawan, mungkin sekarang ini aku akan duduk bersama kalian. Aku akan 
bilang kalau perjuangan bukan saja melalui tulisan, puisi, buku, apalagi
 setajuk proposal! Perjuangan butuh keringat, pekikan suara, dan 
dentuman kata-kata. Kita bukan melawan seekor siput tapi buaya yang akan
 menerkam jika kita lengah. Hutan rimba mengajariku untuk tidak mudah 
percaya pada mulut-mulut manis. Hutan rimba mendidikku untuk tidak 
terlalu yakin dengan janji. Aku sudah hapal mana tabiat srigala dan mana
 watak kelinci. Kalau kau baca tulisanku, mustinya kau bisa meyakini, 
kalau kekuasaan hanya bisa bertahan selama kita mematuhinnya. Kekuasaan 
bisa bertahan selama mereka mampu menebar ketakutan. Dan aku sejak dulu 
dididik untuk selalu sangsi dan curiga pada penguasa!
Kalau aku bisa memilih, mungkin
 sekarang aku ingin berjalan dengan kalian. Menonton orang-orang pandai 
berdebat di muka televisi atau aktivis yang melacurkan keyakinannya. 
Ngeri aku menyaksikan orang-orang pandai yang berbohong dengan ilmunya. 
Sederet angka dibuat untuk membuat orang percaya bahwa si miskin makin 
hari makin berkurang. Menonton aktivis senior yang kini juga berebut 
untuk duduk jadi penguasa. Katanya: di dalam kekuasaan tidak ada suara 
rakyat maka kita mengisinya. Aku bilang, itulah para pembual yang yakin 
jika perubahan bisa muncul karena kita duduk di belakang meja. Demokrasi
 acapkali berangkat dari dalil yang naif seperti itu. Aku sayangnya tak 
lagi bisa memilih, untuk berdiri dan berbincang dengan kalian semua.
Anak muda, aku telah tuliskan 
puluhan karya untuk menemanimu. Dibungkus dengan sampul wajahku, yang 
tampak belia dan mungkin tampan, aku tuangkan pesan kepada kalian. 
Keberanian yang membuat kalian akan tahan dalam situasi apapun! Hutan 
melatihku untuk percaya kalau kemapanan, kenikmatan badaniah, apalagi 
kekayaan hanya menjadi racun bagi tubuh kita. Kemapanan membuat otakmu 
makin lama makin bebal. Kau hanya mampu mengunyah teori untuk 
disemburkan lagi. Kemapanan membuat hidupmu seperti seekor ular yang 
hanya mampu berjalan merayap. Kekayaan akan membuat tubuhmu seperti 
sebatang bangkai. Hutan melatihku untuk menggunakan badanku secara 
penuh. Kakiku untuk lari kencang bila musuh datang dan tanganku untuk 
mengayun pukulan jika aku diserang. Anak muda, nyali sama harganya 
dengan nyawa. Jika itu hilang, niscaya tak ada gunanya kau hidup!
Keberanian itu seperti sikap 
keberimanan. Jika kau peroleh keberanian maka kau memiliki harga diri. 
Sikap bermartabat yang membuatmu tidak mudah untuk dibujuk. Hutan 
membuatku selalu awas dengan ketenangan, kedamaian, dan cicit suara 
burung. Hutan melatihku untuk sensitif pada suara apa saja. Jangan mudah
 kau terpikat oleh kedudukan, pengaruh, dan ketenaran. Kedudukan yang 
tinggi akan membuatmu seperti manusia yang diatur oleh mesin. 
Kutinggalkan jabatan menteri karena hidupku menjadi lebih terbatas dan 
ruang sosialku dipenuhi oleh manusia budak, yang bergerak kalau disuruh.
 Apalagi ketenaran hanya akan mendorongmu untuk selalu ingin 
menyenangkan semua orang, membuat lumpuh energi perlawananmu. Ingat, 
racun segala perubahan ketika dirimu merasa nyaman.
Rasa nyaman yang kini 
kusaksikan di sekelilingmu. Anak-anak muda yang puas menjadi pekerja 
upahan sambil menyita tanah sesamanya. Ada anak muda yang duduk di 
parlemen malah minta tambahan gaji! Anak muda yang lain dengan tenaganya
 menyumbangkan diri untuk menjadi preman bagi kekuasaan bandit. Bahkan 
pendidikan hukum mereka gunakan untuk membela kaum pengusaha ketimbang 
orang miskin. Anak-anak muda yang banyak lagak ini memang tidak bisa 
dibinasakan. Mereka hidup karena ada kemiskinan, keculasan kekuasaan, 
dan lindungan proyek lembaga donor. Aku enggan untuk berjumpa dengan 
anak muda yang hanya mengandalkan titel, keperkasaan, dan kelincahan 
berdebat. Aku ragu apakah mereka mampu serta sanggup untuk melawan arus.
Arus itulah yang kini 
menenggelamkan nyali kita semua. Murah sekali harga seorang aktivis yang
 dulu lantang melawan, tapi kini duduk empuk jadi penguasa. Murah sekali
 harga idealisme seorang ilmuwan yang mau menyajikan data bohong tentang
 kemiskinan. Murah sekali harga seorang penyair yang mau rame-rame 
mendukung pencabutan subsidi. Aku gusar memandang negerimu, yang tidak 
lagi punya ksatria pemberani. Seorang kstaria yang mau hidup dalam 
kesunyian dan dengan gagah meneriakkan perlawanan. Tulisan adalah 
senjata sekaligus bujukan yang bisa menghanyutkan kesadaran perlawanan. 
Kau harus berani mempertahankan nyalimu untuk selalu bertanya pada 
kemapanan, kelaziman, dan segala bentuk pidato yang disuarakan oleh para
 penguasa.
Yang kauhadapi sekarang ini 
adalah sistem yang kuncinya tidak terletak pada satu orang. Kau 
berhadapan dengan dunia pendidikan yang menghasilkan ilmu tentang 
bagaimana jadi budak yang baik. Kau kini bergulat dengan teman-temanmu 
sendiri yang bosan hidup berjuang tanpa uang. Kau sebal dengan parlemen 
yang dulu ikut kau pilih, tetapi kini tambah membuat kebijakan yang 
menyudutkan rakyat. Kau perlahan-lahan jadi orang yang hanya mampu 
melampiaskan kemarahan tanpa mampu untuk merubah. Kau kemudian percaya 
kalau pemecahannya adalah melalui mekanisme, partisipasi, dan dukungan 
logisistik yang mencukupi. Kau diam-diam tak lagi percaya dengan 
revolusi. Kau yakin perubahan bisa berjalan kalau dijalankan dengan 
berangsur-angsur dan membuat jaringan. Gerakanmu lama-lama mirip dengan 
bisnis MLM.
Saudaraku yang baik! Hukum 
perubahan sosial sejak dulu tidak berubah. Kau perlu dedikasikan hidupmu
 untuk kata yang hingga kini seperti mantera: lawan! Lawanlah dirimu 
sendiri yang mudah sekali percaya pada teori perubahan sosial yang hanya
 cocok untuk didiskusikan ketimbang dikerjakan. Lawanlah pikiranmu yang 
kini disibukkan oleh riset dan penelitian yang sepele. Kemiskinan tak 
usah lagi dicari penyebabnya tapi cari sistem apa yang harus bertanggung
 jawab. Ajak pikiranmu untuk membaca kembali apa yang dulu kukerjakan 
dan apa yang sekarang dikerjakan oleh gerakan sosial di berbagai belahan
 dunia. Gabungkan dirimu bukan dengan LSM, tapi bersama-sama orang 
miskin untuk bekerja membuat sistem produksi. Tak ada yang bermartabat 
dari seorang anak muda, kecuali dua hal: bekerja untuk melawan 
penindasan dan melatih dirinya untuk selalu melawan kemapanan.

 
