PENDAHULUAN
Ikan hias merupakan salah satu komoditi ekspor yang sangat menjanjikan. Selain mudah untuk dibudidayakan, ikan hias juga tidak membutuhkan biaya yang mahal saat budidaya. Alasan lain kenapa ikan hias patut untuk dibudidayakan adalah permintaan akan ikan hias yang semakin tinggi baik tingkat nasional maupun internasional
Ikan hias merupakan komoditas perikanan yang potensial untuk dikembangkan, karena selain mempunyai potensi sumber daya berlimpahjuga peluang pasar yang besar, baik didalam negeri mapun di luar negeri. MenurutRini, Indonesia memiliki berbagai jenis ikan hias air laut maupun air tawar yang merupakan suatu keuanggulan komporatif. Namun, hingga saat ini perkembangan ikan hias di Indonesia mengalami kemajuan yang terus meningkat, terutama ikan hias air tawar asli Indonesia. Dari sekian banyak jenis ikan hias, tidak semuanya telah dapat dibudidayakan. Dalammenternakkan ikan hias harus diperhatikan bahwa masing-masing jenismempunyai sifat dan kebiasaan hidup yang berbeda-beda, misalnya dalam cara pemijahan, bertelur ataupun menyusun sarangnya (Ipteknet, 2008).
Akuakultur merupakan usaha produksi biota akuatik di dalam lingkungan terkontrol untuk tujuan komersial. Akuakultur dikelompokkan ke dalam 2 (dua) bagian besar, yaitu pembenihan dan pembesaran. Produk utama dari pembenihan, yaitu benih siap tebar untuk kegiatan pembesaran. Sedangkan kegiatan pembesaran menghasilkan biomassa ikan yang siap konsumsi. Dalam kegiatan pembenihan terdapat beberapa rangkaian kegiatan, salah satunya yaitu pemijahan ikan. pembenihan adalah merupakan faktor penentu sehingga tidak kesulitan dalam penyediaan benih. Pembenihan ikan air tawar baik ikan konsumsi maupun ikan hias memberikan peluang usaha yang sangat potensial dikarenakan telah merambah ke pasar ekspor.
Ikan Sumatra (Puntius tetrazona) merupakan salah satu ikan hias asli Indonesia yang banyak ditemukan di perairan umum pulau Sumatera dan Kalimantan. Mempunyai warna dan bentuk tubuh yang cukup menarik dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Ikan ini memiliki ciri khas berupa bentuk badan memanjang, pipih ke samping. Warna dasar badannya putih keperakan, Ikan ini memiliki empat buah garis berwarna hitam kebiruan yang memotong badannya. Ikan Sumatra hidup pada habitat alaminya di rawa-rawa.
Dijuluki ikan Sumatra karena pertama kali ditemukan di Pulau Sumatra, tepatnya di perairan Lampung, Jambi, dan Riau. Lantaran berasal dari Sumatra, orang lantas menyebutnya ikan Sumatra atau board sumatra kata orang asing. Belakangan, baru ketahuan bahwa ia bisa juga ditemukan di Kalimantan.
Menurut Axelrod dalam "Exotic Tropical Fish", di habitat aslinya "harimau air" hidup di perairan jernih, dengan pH 6,6-6,7 dan temperatur 23-27 derajat celcius. Makanan alaminya jasad renik (zooplankton) dan unsur tumbuh-tumbuhan (phytoplankton). Varietasnya ada 4 (empat) dengan bentuk tubuh yang sama hanya berbeda pada warna tubuh dan sirip.
Sekitar mulutnya, sirip perut dan ekor berwarna kemerahan. Sirip punggung dan sirip dubur berwarna hitam, namun warna hitam pada sirip punggung dibatasi oleh garis merah.Jenis yang diperdagangkan, selain yang berwarna kekuningan, ada pula individu yang kemerahan, kehijauan dan albino. Jenis yang berwarna kehijauan, yang sebetulnya adalah gejala melanisme pada ikan sumatra, dan yang berwarna albino merupakan hasil dari pembiakan selektif dalam penangkaran untuk meningkatkan nilai jual.
Umumnya masyarakat masih mengandalkan kegiatan penangkapan di alam dibandingkan dengan aspek budidaya ikan sumatera yang masih minim dalam bidang produksi benih sebagai ikan hias. Dengan demikian, hal tersebut merupakan suatu permasalahan dalam budidaya ikan sumatera (Puntius tetrazona) dan membutuhkan keseriusan serta solusi yang terbaik untuk pengembangan budidaya ikan sumatera secara intensif.
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi
Klasifikasi ikan sumatera (Puntius tetrazona) adalah sebagai berikut.
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Famil : Cyprinidae
Genus : Puntius
Spesies : Puntius tetrazona
Bentuk Tubuh
Ikan yang berukuran kecil, dengan panjang total (beserta ekor) mencapai 70mm. Tubuh berwarna kekuningan dengan empat pita tegak berwarna gelap; pita yang pertama melewati mata dan yang terakhir pada pangkal ekor. Gurat sisi tak sempurna, 22-25 buah dengan hanya 8-9 sisik terdepan yang berpori. Batang ekor dikelilingi 12 sisik. Tinggi tubuh sekitar setengah kali panjang standar (tanpa ekor).
Sekitar mulutnya, sirip perut dan ekor berwarna kemerahan. Sirip punggung dan sirip dubur berwarna hitam, namun warna hitam pada sirip punggung dibatasi oleh garis merah.] Jenis yang diperdagangkan, selain yang berwarna kekuningan, ada pula individu yang kemerahan, kehijauan dan albino. Jenis yang berwarna kehijauan, yang sebetulnya adalah gejala melanisme pada ikan sumatra, dan yang berwarna albino merupakan hasil dari pembiakan selektif dalam penangkaran untuk meningkatkan nilai jual ikan ini (Wikipedia, 2008)
Marfologi
Ikan sumatra merupakan ikan dasar tetapi sering berada di permukaan untuk mencari makan. Makanan utama ikan sumatra adalah detritus dan zoo-bentos, sedangkan makanan pelengkapnya berupa cacing-cacing kecil dan makanan crustace tingkat rendah. Ikan ini sangat aktif bergerak di permukaan perairan untuk menyambar makanan. Ikan sumatra mencapai matang seksual pada panjang 2 hingga 3 cm (0,8 – 1,2 inci) atau kira-kira berumur 6 -7 minggu. Ikan betina lebih besar dan memiliki sirip dorsal yang lebih gelap, sedangkan ikan jantan berwarna lebih terang. Memijah pada musim penghujan di daerah hilir sungai dan telur-telur menetas, larva hidup di daerah tersebut sampai berukuran ± 1 cm kemudian beruaya ke danau-danau dan anak-anak sungai. Fekunditas berkisar antara 300-500 telur dan fekunditas tertinggi dapat mencapai 1.000 butir telur (Muthmainnah 2009). Telur ikan sumatra bersifat adhesif dengan diameter 1,18±0,05 mm (Wikipedia 2009). Menurut Ganggadata (2007), telur ikan sumatra akan menetas ± 36 jam setelah pembuahan pada suhu 27 oC dengan diameter rata-rata 1,3875 mm.
Menurut Lesmana dan Dermawan (2001), ikan sumatra (Puntius tetrazona) hidupnya berkelompok dan dapat diletakkan di tempat yang cukup terang asalkan teduh. Di dalam akuarium ini biasanya dalam kelompok 5 atau lebih. Bila kurang dari 5 ekor, ikan ini akan agresif, dan bila hanya 2 ekor, salah satu akan mengejar yang lain (Muthmainnah 2009).
2.2 Habitat Dan Penyebaran
Ikan sumatra secara alami menyebar di Semenanjung Malaya (termasuk di wilayah Thailand), Sumatra dan Kalimantan. Di samping itu, ada pula laporan-laporan temuan dari wilayah lain di Asia Tenggara yang sukar dikonfirmasi, apakah ikan-ikan tersebut memang asli setempat atau ikan lepasan yang telah beradaptasi.
Ikan ini sering didapati pada sungai-sungai dangkal berarus sedang, yang jernih atau keruh. Ikan sumatra menyukai pH antara 6.0–8.0, kesadahan air antara 5–19 dGH, dan kisaran temperatur air antara 20–26 °C. Ikan sumatra juga didapati di rawa-rawa, yang mengindikasikan bahwa ikan ini memiliki toleransi yang cukup tinggi terhadap perubahan kualitas air. Rata-rata lama hidup ikan sumatra adalah sekitar 6 tahun (Firman Nazrasul Hakim, 2010)
Ikan Sumatra merupakan salah satu ikan hias perairan tropis. Habitat asli Ikan Sumatra adalah di Kepulauan Malay, Sumatra, dan Borneo (Wikipedia, 2008). Ikan Sumatra hidup di perairan tawar seperti sungai, danau, dan rawa. Ikan ini menyukai perairan yang berarus tenang. Ikan ini dapat tumbuh mencapai panjang 7 cm. Ikan Sumatra hidup pada perairan yang memiliki kisaran derajat keasaman (pH) 6 – 8, dengan tingkat kesadahan 5 – 19 dH (optimum 10), dan suhu berkisar 25 – 29° C (Wikipedia, 2008). Dalam Wikipedia (2008), ikan Sumatra mulai matang gonad setelah ikan mencapai ukuran panjang 2 – 3 cm atau setelah ikan tersebut berumur 6 hingga 7 bulan. Axelrod et al. (1983) mengemukakan bahwa proses pemijahan pada ikan Sumatra dapat dipercepat apabila media pemijahan memiliki kesadahan yang lebih rendah daripada media pemeliharaan. Pemijahan ikan Sumatra berlangsung pada pagi hari di tanaman-tanaman air. Telur yang dipijahkan bersifat adhesif atau menempel pada substrat. Ikan Sumatra mampu menghasilkan telur 300 butir setiap kali memijah. Setiap kali induk Sumatra memijah, mampu mengahasilkan telur sebanyak 300 – 1000 butir. Telur ikan Sumatra berdiameter 1.18 + 0.05 (Wikipedia, 2008).
2.3 Jenis Yang Berkerabat
Status taksonomi jenis ini belum mantap dan masih panjang perdebatan mengenainya. Pada 1855 Pieter Bleeker, ahli ikan bangsa Jerman yang bekerja di Hindia Belanda ketika itu, pertama kali mendeskripsi jenis ini dengan nama Capoëta tetrazona. Akan tetapi pada 1857, Bleeker menggunakan lagi nama-spesifik (specific epithet) yang sama untuk menamai jenis yang lain, yang berkerabat namun tidak begitu mirip, yakni dengan Barbus tetrazona (kini ikan ini dikenal sebagai Puntius rhomboocellatus).
Sementara itu, untuk menambah keruwetan, pada 1860 Bleeker mengubah nama-spesifik ikan sumatra menjadi Systomus (Capoëta) sumatranus. Baru pada akhir 1930an kekeliruan ini diperbaiki dan nama Barbus tetrazona dikembalikan bagi ikan sumatra. Jenis lain yang serupa adalah Puntius anchisporus, dengan pola pewarnaan yang amat mirip dengan ikan sumatra. Perbedaannya, P. anchisporus memiliki gurat sisi yang sempurna dan batang ekornya dikelilingi oleh 14 sisik (Wikipedia 2008).
Pemebenihan
Persiapan Sarana Pemijahan
Panjangnya hanya sampai 6 cm dapat dipijahkan secara massal pada tempat yang tidak terlalu luas. Tempat pemijahan berupa bak semen atau akuarium dilengkapi dengan tanaman air sebagai penempel telur. Bak pemijahan berukuran (1 x 2) m atau (2 x 2) m, sedangkan akuarium (80 x 45 x 40) cm. Toleransinya terhadap suhu agak luas, yaitu sekitar 20 – 60oC, pH netral sampai basa. Suhu optimal untuk pemijahannya 25oC dan kesadahan rendah. Pengairan sebaiknya mengalir terus-menerus, tinggi air dalam bak lebih kurang 30 cm (Firman Nazrasul Hakim, 2010)
Kolam yang digunakan untuk pemeliharaan induk berupa bak semen berukuran 6 x 4 x 1 m. Pakan yang diberikan berupa jentik nyamuk dan pelet dengan frekuensi 2 kali sehari. Sampling kematangan gonad hanya dilakukan saat akan melakukan pemijahan. Pergantian air dilakukan rutin 2-3 kali sehari atau jika terlihat kotor sebanyak setengahnya dengan membuka saluran outlet lalu kemudian dimasukkan air baru dengan membuka saluran inlet dan menutup saluran outlet.
Pemilihan dan Pemeliharaan Induk
Menurut Sayful Akbar (2007) umur calon induk sebaiknya tidak kurang dari 6 bulan, panjang badan minimal 6 cm. Induk betina bila telah matang kelamin perutnya membulat serta empuk jika diraba, warna tubuhnya biasa saja. Sebaliknya, ikan jantan lebih ramping dan warna tubuhnya agak tua mencolok. Ikan jantan yang telah matang kelamin sering berubah warna, hidungnya menjadi merah.
Ikan jantan yang telah matang kelamin sering berubah warna, hidungnya menjadi merah. Ikan jantan dan betina yang sudah dewasa dapat dibedakan dengan cara melihat tingkat kecerahan warna yang dimiliki dan bentuk tubuhnya. Pada ikan Sumatera jantan warna tampak lebih menyala. Ikan betina memiliki tubuh yang lebih berisi, padat. Dan untuk ikan Sumatera betina yang sudah siap berpijah pada bagian perutnya mengembung.
2.4.3 Pemijahan induk
Tanaman air hydrilla yang telah dicuci bersih dimasukan hingga memenuhi seperempat sampai setengah bagian luar bak pemijahan. Induk hasil seleksi dilepaskan pagi hari dengan perbandingan jantan dan betina 1 : 1. Kapasitas bak pemijahan ukuran 2 – 4 m2 adalah 35 – 70 pasang atau 70 – 140 ekor yang terdiri dari 50 % jantan dan 50 % betina.
Pemijahan mulai terjadi sore atau malam hari. Tanaman air sebagai tempat menempel telur harus dikontrol untuk mengetahui ikan sudah bertelur atau belum. Tindakan tersebut sangat penting karena telur sangat kecil dan berwarna bening sehingga sepintas tidak kelihatan. Pemijahan biasanya diawali dengan saling kejar-kejaran antara ikan jantan dan betina diantara tanaman air. Untuk pemijahan ini sebaiknya ukuran ikan betina jangan terlalu besar dari ukuran jantannya. Pemijahan ini berlangsung dalam waktu singkat, terutama bila pasangan yang akan dipijahkan mendapatkan air baru dan tempat pemijahan yang dilengkapi dengan tanaman air berdaun lebar. Setelah pemijahan, induk sebaiknya dipisahkan untuk mengamankan telur yang baru dihasilkan dari pemangsaan oleh pasangan yang selesai memijah, dipindahkan ke dalam akuarium yang bersirkulasi untuk mencegah kematian karena kelelahan.
Apabila yakin ikan sudah memijah dan telurnya ada, induk segera ditangkap dan dipindahkan ke tempat pemeliharaan semula, Telur-telur yang dihasilkan dari pemijahan berjumlah 150 - 200 butir per ekor, menempel pada tanaman air secara berkelompok. Telur-telur tersebut akan menetas dalam waktu 24 jam. sedangkan telur yang menempel pada tanaman air tetap dibiarkan pada bak pemijahan sampai menetas. Telur akan menetas dalam waktu 2 hari. Paling lambat 3 hari kemudian benih sudah harus ditangkap untuk dipelihara pada bak pendederan. Jika tetap dibiarkan di situ, diperlukan suplai pakan ke dalamnya.
2.4.4 Pemeliharaan dan Penebaran Larva
Menurut Sunarya Wargasasmita (2002) telur yang berhasil menetas menjadi larva ukurannya sangat kecil bahkan lebih kecil dari sebatang jarum pentul. Oleh sebab itu, pemanenan benih mesti dilaksanakan secara ekstra hati-hati. Gunakan serok yang halus dan larva yang tertangkap ditampung dulu dalam baskom plastik. Pada saat larva ditebarkan, dalam bak pendederan harus telah tersedia pakan yang cocok sesuai ukuran dan kondisi larva. Jika pakan tidak disiapkan maka kebutuhan pakan harus disuplai dari luar bak dan air yang digunakan harus diendapkan dahulu selama 24 jam.
Pada minggu pertama, larva diberi infusoria karena masih lemah, belum aktif, dan alat pencernaannya belum terbentuk sempurna. Memasuki minggu ke tiga, benih sudah lebih kuat serta aktif maka pakan sudah dapat diganti dengan pakan kesukaannya. Pakan tambahan berupa tepung pelet halus atau cacing sutera diberikan sampai akhir pemeliharaan selama sebulan atau sebulan setengah.
Pemeliharaan larva dilakukan dalam akuarium pada saat berumur 1-7 hari. Kegiatan rutin yang dilakukan adalah pemberian pakan berupa kuning telur yang telah diencerkan dengan air dari hari ketiga sampai hari ketujuh dengan frekuensi 2 kali sehari dan setelah itu pakan diganti dengan diberikan tepung udang merek dagang FENG LI secara adlibitum atau sampai kenyang dengan frekuensi 3 kali sehari. Penyiponan dilakukan 2 kali sehari atau saat air terlihat kotor dengan menggunakan selang plastik dengan diameter 0,5 cm dan sekaligus pergantian air dengan menyurutkan setengah bagian total air dalam akuarium dan menggantinya dengan air baru yang telah lebih dahulu diendapkan. Setelah berumur satu minggu larva dipindahkan ke kolam pemeliharan larva. Pengamatan tingkah laku dan pengukuran bobot dan panjang tubuh larva dilakukan setiap minggu sampai larva berumur 50 hari.
Kolam pemeliharaan larva menggunakan bak semen berukuran 2 x 2 x 0,5 m. Kegiatan yang dilakukan dalam persiapan kolam dimulai dengan menyikat bak agar sisa-sisa kotoran yang menempel menjadi lepas, kemudian dilakukan pengeringan kolam dengan membuka saluran outlet dan menutup saluran inlet sampai air dalam kolam keluar semua. Setelah dibiarkan selama 2 hari, kolam diisi air setinggi 30 cm dan saluran outlet ditutup dengan menggunakan tutup saluran atau saringan halus. Kegiatan pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk kandang sebanyak 2 kg, Urea dengan dosis 50 gr dan TSP dengan dosis 20 gr yang dimasukkan ke dalam karung dan diletakkan dibawah kucuran air masuk. Debit air yang masuk diatur sebesar 0,5 lt/dtk. Kegiatan pengapuran tidak dilakukan karena pengapuran bertujuan untuk meningkatkan kesuburan dan pH tanah, sedangkan dasar kolam terbuat dari semen.
Penebaran larva dilakukan pada pagi hari dan aklimatisasi terlebih dahulu dengan cara merendam wadah berupa kantong plastik yang terisi larva selama 15 menit dan dimasukkan air kolam secara bertahap sehingga suhu di dalam wadah sama dengan suhu di dalam kolam dan larva akan keluar dengan sendirinya. Untuk melindungi larva dari sinar matahari, kolam pemeliharaan diberikan enceng gondok secukupnya.
Pendederan
Pendederan adalah kegiatan pemeliharaan ikan Sumatera (Puntius tetrazona) ukuran tertentu dari hasil kegiatan pembenihan sebelum dipelihara di tempat pembesaran. Ukuran benih ikan Sumatera yang dipelihara biasanya dari ukuran 1 inchi hingga mencapai ukuran 2-3 inchi.
Menurut Yuan Lie (2007) kolam pemeliharaan larva menggunakan bak semen berukuran 2 x 2 x 0,5 m. Kegiatan yang dilakukan dalam persiapan kolam dimulai dengan menyikat bak agar sisa-sisa kotoran yang menempel menjadi lepas, kemudian dilakukan pengeringan kolam dengan membuka saluran outlet dan menutup saluran inlet sampai air dalam kolam keluar semua. Setelah dibiarkan selama 2 hari, kolam diisi air setinggi 30 cm dan saluran outlet ditutup dengan menggunakan tutup saluran atau saringan halus. Kegiatan pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk kandang sebanyak 2 kg, Urea dengan dosis 50 gr dan TSP dengan dosis 20 gr yang dimasukkan ke dalam karung dan diletakkan dibawah kucuran air masuk. Debit air yang masuk diatur sebesar 0,5 lt/dtk. Kegiatan pengapuran tidak dilakukan karena pengapuran bertujuan untuk meningkatkan kesuburan dan pH tanah, sedangkan dasar kolam terbuat dari semen.
Penebaran larva dilakukan pada pagi hari dan aklimatisasi terlebih dahulu dengan cara merendam wadah berupa kantong plastik yang terisi larva selama 15 menit dan dimasukkan air kolam secara bertahap sehingga suhu di dalam wadah sama dengan suhu di dalam kolam dan larva akan keluar dengan sendirinya.
Untuk melindungi larva dari sinar matahari, kolam pemeliharaan diberikan enceng gondok secukupnya. Pengelolaan kualitas air dengan pembuangan enceng gondok dan pembersihan sampah-sampah dan sisa metabolisme dengan menggunakan serokan (scoop net).
Pemeliharaan di akuarium
Menurut Syaiful Akbar (2009) ikan sumatra senang berenang bergerombol. Bila dipelihara dalam jumlah kecil, kurang dari 5 ekor, ikan ini dapat menjadi agresif dan mengganggu ikan-ikan yang lain. Ikan-ikan yang lemah dan kurang gesit dapat menjadi sangat menderita akibat gigitan ikan sumatra yang dominan, yang terutama akan menyerang sirip-siripnya. Dalam kelompok yang besar, agresivitas ikan ini dapat terkendalikan.
Tangkas dan berenang cepat, ikan sumatra dapat dipelihara bercampur dengan ikan-ikan yang sama gesitnya seperti ikan-ikan platis, kerabat lele, atau kerabat ikan macan (Chromobotia macracanthus). Sebaiknya akuarium diisi pula dengan tumbuh-tumbuhan air sebagai tempatnya bermain-main. Ikan sumatra bersifat omnivora, dapat diberi makanan kering (buatan) atau mangsa hidup seperti cacing, kutu air atau jentik-jentik nyamuk. Ikan ini dapat dibiakkan di dalam akuarium. Ikan sumatra betina mengeluarkan antara 150–200 butir sekali bertelur, yang disebarkan di antara tumbuh-tumbuhan air. Telur akan menetas setelah 24 jam, dan anak-anak ikan mulai terlihat aktif setelah 3 hari. Sebagai pakan anak ikan pada minggu-minggu pertama dapat digunakan udang renik.
Pakan dan Pemberian Pakan
Tujuan pemberian pakan pada ikan adalah menyediakan kebutuhan gizi untuk kesehatan yang baik, pertumbuhan dan hasil panenan yang optimum, produksi limbah yang minimum dengan biaya yang masuk akal demi keuntungan yang maksimum. Pakan yang berkualitas kegizian dan fisik merupakan kunci untuk mencapai tujuan-tujuan produksi dan ekonomis budidaya ikan. Pengetahuan tentang gizi ikan dan pakan ikan berperan penting di dalam mendukung pengembangan budidaya ikan (aquaculture) dalam mencapai tujuan tersebut. Konversi yang efisien dalam memberi makan ikan sangat penting bagi pembudidaya ikan sebab pakan merupakan komponen yang cukup besar dari total biaya produksi. Bagi pembudidaya ikan, pengetahuan tentang gizi bahan baku dan pakan merupakan sesuatu yang sangat kritis sebab pakan menghabiskan biaya 40-50% dari biaya produksi.
Menurut Priyadi dan Ginandjar (2009) soal makanan ikan Sumatera ternyata tidak begitu menyulitkan . Segala jenis makanan yang diberikan tidak akan ditolaknya. Selama hidupnya, Ikan Sumatra menyukai jenis makanan berupa algae flake, pellet, cacing, Tubifex, Daphnia dan serangga kecil. Meskipun demikian, jenis pakan hidup seperti daphnia atau cacing sutera merupakan jenis pakan yang paling disukainya. Pemberian pakan tidak perlu berlebihan agar air dalam wadah tidak cepat keruh dan merusak pandangan. Bila persedian ada, sesekali boleh juga ikan Sumatera ini dikasih pakan berupa udang kali yang telah dilumatkan. Pakan jenis ini, ternyata cukup ampuh untuk menyulap warna tubuh ikan lebih cerah dan mempesona.
Hama dan Penyakit
Hama
Menurut Khordi (2009) seperti yang telah kita ketahui bahwa serangan hama biasanya tidaklah separah serangan penyakit ikan. Hama biasanya berukuran lebih besar daripada ikan dan bersifat memangsa. Pada usaha budidaya ikan sumatera (Puntius tetrazona), kemungkinan terjadinya serangan hama lebih banyak dialami pada usaha pendederan atau pembesaran sebab kedua usaha tersebut dilakukan di alam terbuka.
Jenis-jenis hama yang dapat menyerang ikan sumatera (Puntius tetrazona) adalah linsang (sero), biawak, ular liar, kura-kura dan burung. Cara pemberantasan yang paling efektif adalah secara mekanis atau membunuh langsung jika hama tersebut ditemukan di lokasi budidaya. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan memasang perangkap, terutama bagi hama-hama tertentu atau dengan memasang umpan yang telah diberi racun. Pencegahan yang paling aman adalah dengan membersihkan areal perkolaman dari rumput atau semak yang dapat menjadi sarang hama. Selain itu, melokalisir seluruh areal perkolaman dengan pagar tembok atau beton sehingga hama tidak dapat masuk ke lokasi budidaya ikan sumatera (Puntius tetrazona)
Penyakit
Secara umum penyakit yang menyerang ikan digolongkan ke dalam dua golongan, yakni penyakit non infeksi yaitu penyakit yang timbul bukan karena faktor patogen dan sifatnya tidak menular. Sedangkan penyakit infeksi adalah penyakit yang timbul karena gangguan suatu fungsi yang disebabkan oleh organisme patogen.
1. Penyakit non infeksi
Keracunan dan kekurangan gizi adalah salah satu contoh penyakit non infeksi yang dapat ditemukan pada budidaya ikan sumatera (Puntius tetrazona). Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan ikan sumatera (Puntius tetrazona) mengalami keracunan, yaitu pemberian pakan yang kualitasnya kurang baik atau terjadinya pencemaran air pada media budidaya akibat tumpukan bahan organik yang berlebihan dan tidak dapat ditoleransi oleh ikan sumatera (Puntius tetrazona). Sedangkan kekurangan gizi pada umumnya dapat disebabkan oleh pemberian pakan tambahan yang kurang bermutu.
Tanda-tanda ikan patin siam yang mengalami keracunan dapat dilihat dari tingkah lakunya yang berenang megap-megap di permukaan air. Sedangkan penyakit akibat kekurangan gizi dapat dilihat dari bentuk tubuhnya yang kurus, kepala relatif besar dan gerakannya kurang lincah serta warnanya yang tidak cerah. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan jika ikan sumatera mengalami keracunan adalah dengan memberikan pakan yang sesuai dengan kebutuhan ikan dan kondisi lingkungan budidaya tetap dalam keadaan normal. Sementara itu, guna mencegah terjadinya kekurangan gizi pada ikan sumatera, maka pakan sebaiknya diberikan dalam jumlah yang cukup dan memiliki kandungan protein yang tinggi serta dilengkapi dengan kandungan vitamin dan mineral.
2. Penyakit infeksi
a. Parasit
Penyakit ikan sumatera (Puntius tetrazona)akibat serangan organisme parasiter adalah penyakit bintik putih (white spot). Penyakit ini terjadi akibat infeksi Ichthyoptirius multifiliis yang tergolong ke dalam hewan parasit.
Parasit ini sering dijumpai hidup berkoloni di lapisan lendir kulit, sirip dan lapisan insang. Karena warnanya putih, maka penyakit ini sering disebut bintik putih. Gejala serangannya dapat dicirikan dengan adanya bintik-bintik putih di bagian tubuh tertentu dan ikan berenang tidak normal. Untuk menanggulangi infeksi ini dapat dilakukan dengan menggunakan formalin yang mengandung Malachite Green Oxalat (MGO) sebanyak 4 gram/liter air. Pencegahan pada ikan patin siam yang berukuran besar dapat dilakukan dengan perendaman selama 24 jam dalam larutan MGO dengan dosis 10 ml/m3 air yang dilakukan seminggu sekali.
b. Bakteri
Penyakit bakteri yang dapat menyerang ikan ikan sumatera (Puntius tetrazona) adalah Aeromonas sp dan Pseudomonas sp. Bakteri ini menyerang bagian perut, dada dan pangkal sirip yang disertai dengan pendarahan. Jika terserang, lendir di tubuh ikan akan berkurang serta tubuh terasa kasar saat diraba. Jika ikan sumatera yang telah terserang cukup parah, maka tindakan yang perlu dilakukan adalah dengan memusnahkan ikan tersebut agar tidak menulari ikan-ikan lainnya.
Sedangkan jika penyakit ikan tersebut belum parah, maka dapat dilakukan pengobatan dengan cara perendaman dalam larutan PK (Kalium Permanganat) dengan dosis 10-20 ppm selama 30-60 menit. Selain itu, cara pengobatan lain yang dapat dilakukan adalah dengan merendam ikan dalam larutan Nitrofuran sebanyak 5-10 ppm selama 12-24 ataupun dalam larutan Oxitetrasiklin sebanyak 5 ppm selama 24 jam. Selain dengan cara perendaman, pengobatan dapat pula dilakukan dengan cara mencampurkan obat-obatan di dalam makanan (pakan) ikan setiap kali konsumsi. Adapun obat-obatan yang dapat digunakan adalah Chloromycetin sebanyak 1-2 gram/kg makanan ikan.
c. Jamur
Selain parasit dan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit pada ikan, jamur juga merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat mengganggu kesehatan ikan sumatera (Puntius tetrazona). Penyakit ini biasanya terjadi akibat adanya luka yang terdapat pada tubuh ikan. Penyebab luka tersebut kemungkinan terjadi karena penanganan yang kurang baik saat pemanenan dan pengangkutan. Jamur yang biasa menyerang ikan patin siam adalah dari golongan Achlya sp dan Saprolegnia sp. Ciri-ciri ikan sumatera (Puntius tetrazona) yang terserang penyakit jamur adalah adanya luka di bagian tubuh, terutama pada tutup insang, sirip dan bagian punggung. Bagian-bagian tersebut ditumbuhi jamur berupa benang-benang halus seperti kapas berwarna putih hingga kecokelatan.
Pencegahan penyakit akibat jamur dapat dilakukan dengan menjaga kualitas air yang sesuai dengan kebutuhan ikan serta menjaga kondisi tubuh ikan tersebut agar tidak mengalami luka pada bagian tubuh. Jika ikan sumatera (Puntius tetrazona)telah terserang penyakit akibat serangan jamur maka dapat dilakukan perendaman di dalam larutan Malachite Green Oxalat (MGO) dengan dosis 2-3 gram/m3 air selama 30 menit. Agar ikan sumatera (Puntius tetrazona) tersebut benar-benar sembuh, maka pengobatan dapat diulangi sampai tiga hari berturut-turut.
Pemanenan
Menurut Firman Hakim (2010) pemanenan dilakukan setelah benih berumur 60 hari, dilakukan pada sore hari dengan cara menutup saluran inlet dan air kolam disurutkan dengan membuka saluran outlet yang telah dipasang saringan. Benih diangkat menggunakan serokan halus. Benih hasil pemanenan ditampung dalam styrofoam dan dipasang aerator.
Jumlah benih yang dipanen sebanyak 100 ekor (SR 80 %). Kemudian dilakukan penyortiran dengan kriteria benih yang memiliki kualitas baik antara lain sehat, gerakannya lincah, bentuk tubuh tidak cacat, dan memiliki warna tubuh yang cerah. Benih hasil penyortiran yang berkualitas baik dipelihara di kolam sebagai calon induk, sedangkan yang kualitasnya kurang baik ditempatkan di akuarium sebagai koleksi.
Ikan hias merupakan salah satu komoditi ekspor yang sangat menjanjikan. Selain mudah untuk dibudidayakan, ikan hias juga tidak membutuhkan biaya yang mahal saat budidaya. Alasan lain kenapa ikan hias patut untuk dibudidayakan adalah permintaan akan ikan hias yang semakin tinggi baik tingkat nasional maupun internasional
Ikan hias merupakan komoditas perikanan yang potensial untuk dikembangkan, karena selain mempunyai potensi sumber daya berlimpahjuga peluang pasar yang besar, baik didalam negeri mapun di luar negeri. MenurutRini, Indonesia memiliki berbagai jenis ikan hias air laut maupun air tawar yang merupakan suatu keuanggulan komporatif. Namun, hingga saat ini perkembangan ikan hias di Indonesia mengalami kemajuan yang terus meningkat, terutama ikan hias air tawar asli Indonesia. Dari sekian banyak jenis ikan hias, tidak semuanya telah dapat dibudidayakan. Dalammenternakkan ikan hias harus diperhatikan bahwa masing-masing jenismempunyai sifat dan kebiasaan hidup yang berbeda-beda, misalnya dalam cara pemijahan, bertelur ataupun menyusun sarangnya (Ipteknet, 2008).
Akuakultur merupakan usaha produksi biota akuatik di dalam lingkungan terkontrol untuk tujuan komersial. Akuakultur dikelompokkan ke dalam 2 (dua) bagian besar, yaitu pembenihan dan pembesaran. Produk utama dari pembenihan, yaitu benih siap tebar untuk kegiatan pembesaran. Sedangkan kegiatan pembesaran menghasilkan biomassa ikan yang siap konsumsi. Dalam kegiatan pembenihan terdapat beberapa rangkaian kegiatan, salah satunya yaitu pemijahan ikan. pembenihan adalah merupakan faktor penentu sehingga tidak kesulitan dalam penyediaan benih. Pembenihan ikan air tawar baik ikan konsumsi maupun ikan hias memberikan peluang usaha yang sangat potensial dikarenakan telah merambah ke pasar ekspor.
Ikan Sumatra (Puntius tetrazona) merupakan salah satu ikan hias asli Indonesia yang banyak ditemukan di perairan umum pulau Sumatera dan Kalimantan. Mempunyai warna dan bentuk tubuh yang cukup menarik dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Ikan ini memiliki ciri khas berupa bentuk badan memanjang, pipih ke samping. Warna dasar badannya putih keperakan, Ikan ini memiliki empat buah garis berwarna hitam kebiruan yang memotong badannya. Ikan Sumatra hidup pada habitat alaminya di rawa-rawa.
Dijuluki ikan Sumatra karena pertama kali ditemukan di Pulau Sumatra, tepatnya di perairan Lampung, Jambi, dan Riau. Lantaran berasal dari Sumatra, orang lantas menyebutnya ikan Sumatra atau board sumatra kata orang asing. Belakangan, baru ketahuan bahwa ia bisa juga ditemukan di Kalimantan.
Menurut Axelrod dalam "Exotic Tropical Fish", di habitat aslinya "harimau air" hidup di perairan jernih, dengan pH 6,6-6,7 dan temperatur 23-27 derajat celcius. Makanan alaminya jasad renik (zooplankton) dan unsur tumbuh-tumbuhan (phytoplankton). Varietasnya ada 4 (empat) dengan bentuk tubuh yang sama hanya berbeda pada warna tubuh dan sirip.
Sekitar mulutnya, sirip perut dan ekor berwarna kemerahan. Sirip punggung dan sirip dubur berwarna hitam, namun warna hitam pada sirip punggung dibatasi oleh garis merah.Jenis yang diperdagangkan, selain yang berwarna kekuningan, ada pula individu yang kemerahan, kehijauan dan albino. Jenis yang berwarna kehijauan, yang sebetulnya adalah gejala melanisme pada ikan sumatra, dan yang berwarna albino merupakan hasil dari pembiakan selektif dalam penangkaran untuk meningkatkan nilai jual.
Umumnya masyarakat masih mengandalkan kegiatan penangkapan di alam dibandingkan dengan aspek budidaya ikan sumatera yang masih minim dalam bidang produksi benih sebagai ikan hias. Dengan demikian, hal tersebut merupakan suatu permasalahan dalam budidaya ikan sumatera (Puntius tetrazona) dan membutuhkan keseriusan serta solusi yang terbaik untuk pengembangan budidaya ikan sumatera secara intensif.
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi
Klasifikasi ikan sumatera (Puntius tetrazona) adalah sebagai berikut.
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Famil : Cyprinidae
Genus : Puntius
Spesies : Puntius tetrazona
Bentuk Tubuh
Ikan yang berukuran kecil, dengan panjang total (beserta ekor) mencapai 70mm. Tubuh berwarna kekuningan dengan empat pita tegak berwarna gelap; pita yang pertama melewati mata dan yang terakhir pada pangkal ekor. Gurat sisi tak sempurna, 22-25 buah dengan hanya 8-9 sisik terdepan yang berpori. Batang ekor dikelilingi 12 sisik. Tinggi tubuh sekitar setengah kali panjang standar (tanpa ekor).
Sekitar mulutnya, sirip perut dan ekor berwarna kemerahan. Sirip punggung dan sirip dubur berwarna hitam, namun warna hitam pada sirip punggung dibatasi oleh garis merah.] Jenis yang diperdagangkan, selain yang berwarna kekuningan, ada pula individu yang kemerahan, kehijauan dan albino. Jenis yang berwarna kehijauan, yang sebetulnya adalah gejala melanisme pada ikan sumatra, dan yang berwarna albino merupakan hasil dari pembiakan selektif dalam penangkaran untuk meningkatkan nilai jual ikan ini (Wikipedia, 2008)
Marfologi
Ikan sumatra merupakan ikan dasar tetapi sering berada di permukaan untuk mencari makan. Makanan utama ikan sumatra adalah detritus dan zoo-bentos, sedangkan makanan pelengkapnya berupa cacing-cacing kecil dan makanan crustace tingkat rendah. Ikan ini sangat aktif bergerak di permukaan perairan untuk menyambar makanan. Ikan sumatra mencapai matang seksual pada panjang 2 hingga 3 cm (0,8 – 1,2 inci) atau kira-kira berumur 6 -7 minggu. Ikan betina lebih besar dan memiliki sirip dorsal yang lebih gelap, sedangkan ikan jantan berwarna lebih terang. Memijah pada musim penghujan di daerah hilir sungai dan telur-telur menetas, larva hidup di daerah tersebut sampai berukuran ± 1 cm kemudian beruaya ke danau-danau dan anak-anak sungai. Fekunditas berkisar antara 300-500 telur dan fekunditas tertinggi dapat mencapai 1.000 butir telur (Muthmainnah 2009). Telur ikan sumatra bersifat adhesif dengan diameter 1,18±0,05 mm (Wikipedia 2009). Menurut Ganggadata (2007), telur ikan sumatra akan menetas ± 36 jam setelah pembuahan pada suhu 27 oC dengan diameter rata-rata 1,3875 mm.
Menurut Lesmana dan Dermawan (2001), ikan sumatra (Puntius tetrazona) hidupnya berkelompok dan dapat diletakkan di tempat yang cukup terang asalkan teduh. Di dalam akuarium ini biasanya dalam kelompok 5 atau lebih. Bila kurang dari 5 ekor, ikan ini akan agresif, dan bila hanya 2 ekor, salah satu akan mengejar yang lain (Muthmainnah 2009).
2.2 Habitat Dan Penyebaran
Ikan sumatra secara alami menyebar di Semenanjung Malaya (termasuk di wilayah Thailand), Sumatra dan Kalimantan. Di samping itu, ada pula laporan-laporan temuan dari wilayah lain di Asia Tenggara yang sukar dikonfirmasi, apakah ikan-ikan tersebut memang asli setempat atau ikan lepasan yang telah beradaptasi.
Ikan ini sering didapati pada sungai-sungai dangkal berarus sedang, yang jernih atau keruh. Ikan sumatra menyukai pH antara 6.0–8.0, kesadahan air antara 5–19 dGH, dan kisaran temperatur air antara 20–26 °C. Ikan sumatra juga didapati di rawa-rawa, yang mengindikasikan bahwa ikan ini memiliki toleransi yang cukup tinggi terhadap perubahan kualitas air. Rata-rata lama hidup ikan sumatra adalah sekitar 6 tahun (Firman Nazrasul Hakim, 2010)
Ikan Sumatra merupakan salah satu ikan hias perairan tropis. Habitat asli Ikan Sumatra adalah di Kepulauan Malay, Sumatra, dan Borneo (Wikipedia, 2008). Ikan Sumatra hidup di perairan tawar seperti sungai, danau, dan rawa. Ikan ini menyukai perairan yang berarus tenang. Ikan ini dapat tumbuh mencapai panjang 7 cm. Ikan Sumatra hidup pada perairan yang memiliki kisaran derajat keasaman (pH) 6 – 8, dengan tingkat kesadahan 5 – 19 dH (optimum 10), dan suhu berkisar 25 – 29° C (Wikipedia, 2008). Dalam Wikipedia (2008), ikan Sumatra mulai matang gonad setelah ikan mencapai ukuran panjang 2 – 3 cm atau setelah ikan tersebut berumur 6 hingga 7 bulan. Axelrod et al. (1983) mengemukakan bahwa proses pemijahan pada ikan Sumatra dapat dipercepat apabila media pemijahan memiliki kesadahan yang lebih rendah daripada media pemeliharaan. Pemijahan ikan Sumatra berlangsung pada pagi hari di tanaman-tanaman air. Telur yang dipijahkan bersifat adhesif atau menempel pada substrat. Ikan Sumatra mampu menghasilkan telur 300 butir setiap kali memijah. Setiap kali induk Sumatra memijah, mampu mengahasilkan telur sebanyak 300 – 1000 butir. Telur ikan Sumatra berdiameter 1.18 + 0.05 (Wikipedia, 2008).
2.3 Jenis Yang Berkerabat
Status taksonomi jenis ini belum mantap dan masih panjang perdebatan mengenainya. Pada 1855 Pieter Bleeker, ahli ikan bangsa Jerman yang bekerja di Hindia Belanda ketika itu, pertama kali mendeskripsi jenis ini dengan nama Capoëta tetrazona. Akan tetapi pada 1857, Bleeker menggunakan lagi nama-spesifik (specific epithet) yang sama untuk menamai jenis yang lain, yang berkerabat namun tidak begitu mirip, yakni dengan Barbus tetrazona (kini ikan ini dikenal sebagai Puntius rhomboocellatus).
Sementara itu, untuk menambah keruwetan, pada 1860 Bleeker mengubah nama-spesifik ikan sumatra menjadi Systomus (Capoëta) sumatranus. Baru pada akhir 1930an kekeliruan ini diperbaiki dan nama Barbus tetrazona dikembalikan bagi ikan sumatra. Jenis lain yang serupa adalah Puntius anchisporus, dengan pola pewarnaan yang amat mirip dengan ikan sumatra. Perbedaannya, P. anchisporus memiliki gurat sisi yang sempurna dan batang ekornya dikelilingi oleh 14 sisik (Wikipedia 2008).
Pemebenihan
Persiapan Sarana Pemijahan
Panjangnya hanya sampai 6 cm dapat dipijahkan secara massal pada tempat yang tidak terlalu luas. Tempat pemijahan berupa bak semen atau akuarium dilengkapi dengan tanaman air sebagai penempel telur. Bak pemijahan berukuran (1 x 2) m atau (2 x 2) m, sedangkan akuarium (80 x 45 x 40) cm. Toleransinya terhadap suhu agak luas, yaitu sekitar 20 – 60oC, pH netral sampai basa. Suhu optimal untuk pemijahannya 25oC dan kesadahan rendah. Pengairan sebaiknya mengalir terus-menerus, tinggi air dalam bak lebih kurang 30 cm (Firman Nazrasul Hakim, 2010)
Kolam yang digunakan untuk pemeliharaan induk berupa bak semen berukuran 6 x 4 x 1 m. Pakan yang diberikan berupa jentik nyamuk dan pelet dengan frekuensi 2 kali sehari. Sampling kematangan gonad hanya dilakukan saat akan melakukan pemijahan. Pergantian air dilakukan rutin 2-3 kali sehari atau jika terlihat kotor sebanyak setengahnya dengan membuka saluran outlet lalu kemudian dimasukkan air baru dengan membuka saluran inlet dan menutup saluran outlet.
Pemilihan dan Pemeliharaan Induk
Menurut Sayful Akbar (2007) umur calon induk sebaiknya tidak kurang dari 6 bulan, panjang badan minimal 6 cm. Induk betina bila telah matang kelamin perutnya membulat serta empuk jika diraba, warna tubuhnya biasa saja. Sebaliknya, ikan jantan lebih ramping dan warna tubuhnya agak tua mencolok. Ikan jantan yang telah matang kelamin sering berubah warna, hidungnya menjadi merah.
Ikan jantan yang telah matang kelamin sering berubah warna, hidungnya menjadi merah. Ikan jantan dan betina yang sudah dewasa dapat dibedakan dengan cara melihat tingkat kecerahan warna yang dimiliki dan bentuk tubuhnya. Pada ikan Sumatera jantan warna tampak lebih menyala. Ikan betina memiliki tubuh yang lebih berisi, padat. Dan untuk ikan Sumatera betina yang sudah siap berpijah pada bagian perutnya mengembung.
2.4.3 Pemijahan induk
Tanaman air hydrilla yang telah dicuci bersih dimasukan hingga memenuhi seperempat sampai setengah bagian luar bak pemijahan. Induk hasil seleksi dilepaskan pagi hari dengan perbandingan jantan dan betina 1 : 1. Kapasitas bak pemijahan ukuran 2 – 4 m2 adalah 35 – 70 pasang atau 70 – 140 ekor yang terdiri dari 50 % jantan dan 50 % betina.
Pemijahan mulai terjadi sore atau malam hari. Tanaman air sebagai tempat menempel telur harus dikontrol untuk mengetahui ikan sudah bertelur atau belum. Tindakan tersebut sangat penting karena telur sangat kecil dan berwarna bening sehingga sepintas tidak kelihatan. Pemijahan biasanya diawali dengan saling kejar-kejaran antara ikan jantan dan betina diantara tanaman air. Untuk pemijahan ini sebaiknya ukuran ikan betina jangan terlalu besar dari ukuran jantannya. Pemijahan ini berlangsung dalam waktu singkat, terutama bila pasangan yang akan dipijahkan mendapatkan air baru dan tempat pemijahan yang dilengkapi dengan tanaman air berdaun lebar. Setelah pemijahan, induk sebaiknya dipisahkan untuk mengamankan telur yang baru dihasilkan dari pemangsaan oleh pasangan yang selesai memijah, dipindahkan ke dalam akuarium yang bersirkulasi untuk mencegah kematian karena kelelahan.
Apabila yakin ikan sudah memijah dan telurnya ada, induk segera ditangkap dan dipindahkan ke tempat pemeliharaan semula, Telur-telur yang dihasilkan dari pemijahan berjumlah 150 - 200 butir per ekor, menempel pada tanaman air secara berkelompok. Telur-telur tersebut akan menetas dalam waktu 24 jam. sedangkan telur yang menempel pada tanaman air tetap dibiarkan pada bak pemijahan sampai menetas. Telur akan menetas dalam waktu 2 hari. Paling lambat 3 hari kemudian benih sudah harus ditangkap untuk dipelihara pada bak pendederan. Jika tetap dibiarkan di situ, diperlukan suplai pakan ke dalamnya.
2.4.4 Pemeliharaan dan Penebaran Larva
Menurut Sunarya Wargasasmita (2002) telur yang berhasil menetas menjadi larva ukurannya sangat kecil bahkan lebih kecil dari sebatang jarum pentul. Oleh sebab itu, pemanenan benih mesti dilaksanakan secara ekstra hati-hati. Gunakan serok yang halus dan larva yang tertangkap ditampung dulu dalam baskom plastik. Pada saat larva ditebarkan, dalam bak pendederan harus telah tersedia pakan yang cocok sesuai ukuran dan kondisi larva. Jika pakan tidak disiapkan maka kebutuhan pakan harus disuplai dari luar bak dan air yang digunakan harus diendapkan dahulu selama 24 jam.
Pada minggu pertama, larva diberi infusoria karena masih lemah, belum aktif, dan alat pencernaannya belum terbentuk sempurna. Memasuki minggu ke tiga, benih sudah lebih kuat serta aktif maka pakan sudah dapat diganti dengan pakan kesukaannya. Pakan tambahan berupa tepung pelet halus atau cacing sutera diberikan sampai akhir pemeliharaan selama sebulan atau sebulan setengah.
Pemeliharaan larva dilakukan dalam akuarium pada saat berumur 1-7 hari. Kegiatan rutin yang dilakukan adalah pemberian pakan berupa kuning telur yang telah diencerkan dengan air dari hari ketiga sampai hari ketujuh dengan frekuensi 2 kali sehari dan setelah itu pakan diganti dengan diberikan tepung udang merek dagang FENG LI secara adlibitum atau sampai kenyang dengan frekuensi 3 kali sehari. Penyiponan dilakukan 2 kali sehari atau saat air terlihat kotor dengan menggunakan selang plastik dengan diameter 0,5 cm dan sekaligus pergantian air dengan menyurutkan setengah bagian total air dalam akuarium dan menggantinya dengan air baru yang telah lebih dahulu diendapkan. Setelah berumur satu minggu larva dipindahkan ke kolam pemeliharan larva. Pengamatan tingkah laku dan pengukuran bobot dan panjang tubuh larva dilakukan setiap minggu sampai larva berumur 50 hari.
Kolam pemeliharaan larva menggunakan bak semen berukuran 2 x 2 x 0,5 m. Kegiatan yang dilakukan dalam persiapan kolam dimulai dengan menyikat bak agar sisa-sisa kotoran yang menempel menjadi lepas, kemudian dilakukan pengeringan kolam dengan membuka saluran outlet dan menutup saluran inlet sampai air dalam kolam keluar semua. Setelah dibiarkan selama 2 hari, kolam diisi air setinggi 30 cm dan saluran outlet ditutup dengan menggunakan tutup saluran atau saringan halus. Kegiatan pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk kandang sebanyak 2 kg, Urea dengan dosis 50 gr dan TSP dengan dosis 20 gr yang dimasukkan ke dalam karung dan diletakkan dibawah kucuran air masuk. Debit air yang masuk diatur sebesar 0,5 lt/dtk. Kegiatan pengapuran tidak dilakukan karena pengapuran bertujuan untuk meningkatkan kesuburan dan pH tanah, sedangkan dasar kolam terbuat dari semen.
Penebaran larva dilakukan pada pagi hari dan aklimatisasi terlebih dahulu dengan cara merendam wadah berupa kantong plastik yang terisi larva selama 15 menit dan dimasukkan air kolam secara bertahap sehingga suhu di dalam wadah sama dengan suhu di dalam kolam dan larva akan keluar dengan sendirinya. Untuk melindungi larva dari sinar matahari, kolam pemeliharaan diberikan enceng gondok secukupnya.
Pendederan
Pendederan adalah kegiatan pemeliharaan ikan Sumatera (Puntius tetrazona) ukuran tertentu dari hasil kegiatan pembenihan sebelum dipelihara di tempat pembesaran. Ukuran benih ikan Sumatera yang dipelihara biasanya dari ukuran 1 inchi hingga mencapai ukuran 2-3 inchi.
Menurut Yuan Lie (2007) kolam pemeliharaan larva menggunakan bak semen berukuran 2 x 2 x 0,5 m. Kegiatan yang dilakukan dalam persiapan kolam dimulai dengan menyikat bak agar sisa-sisa kotoran yang menempel menjadi lepas, kemudian dilakukan pengeringan kolam dengan membuka saluran outlet dan menutup saluran inlet sampai air dalam kolam keluar semua. Setelah dibiarkan selama 2 hari, kolam diisi air setinggi 30 cm dan saluran outlet ditutup dengan menggunakan tutup saluran atau saringan halus. Kegiatan pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk kandang sebanyak 2 kg, Urea dengan dosis 50 gr dan TSP dengan dosis 20 gr yang dimasukkan ke dalam karung dan diletakkan dibawah kucuran air masuk. Debit air yang masuk diatur sebesar 0,5 lt/dtk. Kegiatan pengapuran tidak dilakukan karena pengapuran bertujuan untuk meningkatkan kesuburan dan pH tanah, sedangkan dasar kolam terbuat dari semen.
Penebaran larva dilakukan pada pagi hari dan aklimatisasi terlebih dahulu dengan cara merendam wadah berupa kantong plastik yang terisi larva selama 15 menit dan dimasukkan air kolam secara bertahap sehingga suhu di dalam wadah sama dengan suhu di dalam kolam dan larva akan keluar dengan sendirinya.
Untuk melindungi larva dari sinar matahari, kolam pemeliharaan diberikan enceng gondok secukupnya. Pengelolaan kualitas air dengan pembuangan enceng gondok dan pembersihan sampah-sampah dan sisa metabolisme dengan menggunakan serokan (scoop net).
Pemeliharaan di akuarium
Menurut Syaiful Akbar (2009) ikan sumatra senang berenang bergerombol. Bila dipelihara dalam jumlah kecil, kurang dari 5 ekor, ikan ini dapat menjadi agresif dan mengganggu ikan-ikan yang lain. Ikan-ikan yang lemah dan kurang gesit dapat menjadi sangat menderita akibat gigitan ikan sumatra yang dominan, yang terutama akan menyerang sirip-siripnya. Dalam kelompok yang besar, agresivitas ikan ini dapat terkendalikan.
Tangkas dan berenang cepat, ikan sumatra dapat dipelihara bercampur dengan ikan-ikan yang sama gesitnya seperti ikan-ikan platis, kerabat lele, atau kerabat ikan macan (Chromobotia macracanthus). Sebaiknya akuarium diisi pula dengan tumbuh-tumbuhan air sebagai tempatnya bermain-main. Ikan sumatra bersifat omnivora, dapat diberi makanan kering (buatan) atau mangsa hidup seperti cacing, kutu air atau jentik-jentik nyamuk. Ikan ini dapat dibiakkan di dalam akuarium. Ikan sumatra betina mengeluarkan antara 150–200 butir sekali bertelur, yang disebarkan di antara tumbuh-tumbuhan air. Telur akan menetas setelah 24 jam, dan anak-anak ikan mulai terlihat aktif setelah 3 hari. Sebagai pakan anak ikan pada minggu-minggu pertama dapat digunakan udang renik.
Pakan dan Pemberian Pakan
Tujuan pemberian pakan pada ikan adalah menyediakan kebutuhan gizi untuk kesehatan yang baik, pertumbuhan dan hasil panenan yang optimum, produksi limbah yang minimum dengan biaya yang masuk akal demi keuntungan yang maksimum. Pakan yang berkualitas kegizian dan fisik merupakan kunci untuk mencapai tujuan-tujuan produksi dan ekonomis budidaya ikan. Pengetahuan tentang gizi ikan dan pakan ikan berperan penting di dalam mendukung pengembangan budidaya ikan (aquaculture) dalam mencapai tujuan tersebut. Konversi yang efisien dalam memberi makan ikan sangat penting bagi pembudidaya ikan sebab pakan merupakan komponen yang cukup besar dari total biaya produksi. Bagi pembudidaya ikan, pengetahuan tentang gizi bahan baku dan pakan merupakan sesuatu yang sangat kritis sebab pakan menghabiskan biaya 40-50% dari biaya produksi.
Menurut Priyadi dan Ginandjar (2009) soal makanan ikan Sumatera ternyata tidak begitu menyulitkan . Segala jenis makanan yang diberikan tidak akan ditolaknya. Selama hidupnya, Ikan Sumatra menyukai jenis makanan berupa algae flake, pellet, cacing, Tubifex, Daphnia dan serangga kecil. Meskipun demikian, jenis pakan hidup seperti daphnia atau cacing sutera merupakan jenis pakan yang paling disukainya. Pemberian pakan tidak perlu berlebihan agar air dalam wadah tidak cepat keruh dan merusak pandangan. Bila persedian ada, sesekali boleh juga ikan Sumatera ini dikasih pakan berupa udang kali yang telah dilumatkan. Pakan jenis ini, ternyata cukup ampuh untuk menyulap warna tubuh ikan lebih cerah dan mempesona.
Hama dan Penyakit
Hama
Menurut Khordi (2009) seperti yang telah kita ketahui bahwa serangan hama biasanya tidaklah separah serangan penyakit ikan. Hama biasanya berukuran lebih besar daripada ikan dan bersifat memangsa. Pada usaha budidaya ikan sumatera (Puntius tetrazona), kemungkinan terjadinya serangan hama lebih banyak dialami pada usaha pendederan atau pembesaran sebab kedua usaha tersebut dilakukan di alam terbuka.
Jenis-jenis hama yang dapat menyerang ikan sumatera (Puntius tetrazona) adalah linsang (sero), biawak, ular liar, kura-kura dan burung. Cara pemberantasan yang paling efektif adalah secara mekanis atau membunuh langsung jika hama tersebut ditemukan di lokasi budidaya. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan memasang perangkap, terutama bagi hama-hama tertentu atau dengan memasang umpan yang telah diberi racun. Pencegahan yang paling aman adalah dengan membersihkan areal perkolaman dari rumput atau semak yang dapat menjadi sarang hama. Selain itu, melokalisir seluruh areal perkolaman dengan pagar tembok atau beton sehingga hama tidak dapat masuk ke lokasi budidaya ikan sumatera (Puntius tetrazona)
Penyakit
Secara umum penyakit yang menyerang ikan digolongkan ke dalam dua golongan, yakni penyakit non infeksi yaitu penyakit yang timbul bukan karena faktor patogen dan sifatnya tidak menular. Sedangkan penyakit infeksi adalah penyakit yang timbul karena gangguan suatu fungsi yang disebabkan oleh organisme patogen.
1. Penyakit non infeksi
Keracunan dan kekurangan gizi adalah salah satu contoh penyakit non infeksi yang dapat ditemukan pada budidaya ikan sumatera (Puntius tetrazona). Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan ikan sumatera (Puntius tetrazona) mengalami keracunan, yaitu pemberian pakan yang kualitasnya kurang baik atau terjadinya pencemaran air pada media budidaya akibat tumpukan bahan organik yang berlebihan dan tidak dapat ditoleransi oleh ikan sumatera (Puntius tetrazona). Sedangkan kekurangan gizi pada umumnya dapat disebabkan oleh pemberian pakan tambahan yang kurang bermutu.
Tanda-tanda ikan patin siam yang mengalami keracunan dapat dilihat dari tingkah lakunya yang berenang megap-megap di permukaan air. Sedangkan penyakit akibat kekurangan gizi dapat dilihat dari bentuk tubuhnya yang kurus, kepala relatif besar dan gerakannya kurang lincah serta warnanya yang tidak cerah. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan jika ikan sumatera mengalami keracunan adalah dengan memberikan pakan yang sesuai dengan kebutuhan ikan dan kondisi lingkungan budidaya tetap dalam keadaan normal. Sementara itu, guna mencegah terjadinya kekurangan gizi pada ikan sumatera, maka pakan sebaiknya diberikan dalam jumlah yang cukup dan memiliki kandungan protein yang tinggi serta dilengkapi dengan kandungan vitamin dan mineral.
2. Penyakit infeksi
a. Parasit
Penyakit ikan sumatera (Puntius tetrazona)akibat serangan organisme parasiter adalah penyakit bintik putih (white spot). Penyakit ini terjadi akibat infeksi Ichthyoptirius multifiliis yang tergolong ke dalam hewan parasit.
Parasit ini sering dijumpai hidup berkoloni di lapisan lendir kulit, sirip dan lapisan insang. Karena warnanya putih, maka penyakit ini sering disebut bintik putih. Gejala serangannya dapat dicirikan dengan adanya bintik-bintik putih di bagian tubuh tertentu dan ikan berenang tidak normal. Untuk menanggulangi infeksi ini dapat dilakukan dengan menggunakan formalin yang mengandung Malachite Green Oxalat (MGO) sebanyak 4 gram/liter air. Pencegahan pada ikan patin siam yang berukuran besar dapat dilakukan dengan perendaman selama 24 jam dalam larutan MGO dengan dosis 10 ml/m3 air yang dilakukan seminggu sekali.
b. Bakteri
Penyakit bakteri yang dapat menyerang ikan ikan sumatera (Puntius tetrazona) adalah Aeromonas sp dan Pseudomonas sp. Bakteri ini menyerang bagian perut, dada dan pangkal sirip yang disertai dengan pendarahan. Jika terserang, lendir di tubuh ikan akan berkurang serta tubuh terasa kasar saat diraba. Jika ikan sumatera yang telah terserang cukup parah, maka tindakan yang perlu dilakukan adalah dengan memusnahkan ikan tersebut agar tidak menulari ikan-ikan lainnya.
Sedangkan jika penyakit ikan tersebut belum parah, maka dapat dilakukan pengobatan dengan cara perendaman dalam larutan PK (Kalium Permanganat) dengan dosis 10-20 ppm selama 30-60 menit. Selain itu, cara pengobatan lain yang dapat dilakukan adalah dengan merendam ikan dalam larutan Nitrofuran sebanyak 5-10 ppm selama 12-24 ataupun dalam larutan Oxitetrasiklin sebanyak 5 ppm selama 24 jam. Selain dengan cara perendaman, pengobatan dapat pula dilakukan dengan cara mencampurkan obat-obatan di dalam makanan (pakan) ikan setiap kali konsumsi. Adapun obat-obatan yang dapat digunakan adalah Chloromycetin sebanyak 1-2 gram/kg makanan ikan.
c. Jamur
Selain parasit dan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit pada ikan, jamur juga merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat mengganggu kesehatan ikan sumatera (Puntius tetrazona). Penyakit ini biasanya terjadi akibat adanya luka yang terdapat pada tubuh ikan. Penyebab luka tersebut kemungkinan terjadi karena penanganan yang kurang baik saat pemanenan dan pengangkutan. Jamur yang biasa menyerang ikan patin siam adalah dari golongan Achlya sp dan Saprolegnia sp. Ciri-ciri ikan sumatera (Puntius tetrazona) yang terserang penyakit jamur adalah adanya luka di bagian tubuh, terutama pada tutup insang, sirip dan bagian punggung. Bagian-bagian tersebut ditumbuhi jamur berupa benang-benang halus seperti kapas berwarna putih hingga kecokelatan.
Pencegahan penyakit akibat jamur dapat dilakukan dengan menjaga kualitas air yang sesuai dengan kebutuhan ikan serta menjaga kondisi tubuh ikan tersebut agar tidak mengalami luka pada bagian tubuh. Jika ikan sumatera (Puntius tetrazona)telah terserang penyakit akibat serangan jamur maka dapat dilakukan perendaman di dalam larutan Malachite Green Oxalat (MGO) dengan dosis 2-3 gram/m3 air selama 30 menit. Agar ikan sumatera (Puntius tetrazona) tersebut benar-benar sembuh, maka pengobatan dapat diulangi sampai tiga hari berturut-turut.
Pemanenan
Menurut Firman Hakim (2010) pemanenan dilakukan setelah benih berumur 60 hari, dilakukan pada sore hari dengan cara menutup saluran inlet dan air kolam disurutkan dengan membuka saluran outlet yang telah dipasang saringan. Benih diangkat menggunakan serokan halus. Benih hasil pemanenan ditampung dalam styrofoam dan dipasang aerator.
Jumlah benih yang dipanen sebanyak 100 ekor (SR 80 %). Kemudian dilakukan penyortiran dengan kriteria benih yang memiliki kualitas baik antara lain sehat, gerakannya lincah, bentuk tubuh tidak cacat, dan memiliki warna tubuh yang cerah. Benih hasil penyortiran yang berkualitas baik dipelihara di kolam sebagai calon induk, sedangkan yang kualitasnya kurang baik ditempatkan di akuarium sebagai koleksi.
Menarik sekali artikel nya.
BalasHapusBoleh minta alamat email nya ?
Untuk diskusi lebih lanjut.
Thanks/Mutiara
mutiara.ar@gmail.com
thanks.. ne almat email q :
BalasHapusyun_dao19@yahoo.com
yunias.sondoro@gmail.com