yunias19ocean.blogspot.com

Ya'ahowu. Selamat Datang di NdiLo Blog___yunias19ocean.blogspot.com

Kamis, 10 Februari 2011

Budidaya Ikan Nilem


PENDAHULUAN

Ketersediaan benih sebagai unsur yang mutlak dalam budidaya. Usaha budidaya tidak cukup bila hanya mengandalkan benih secara alami, karena bersifat musiman seperti ikan nilem (Osteochilus hasselti) yang ditemukan hanya pada awal musim hujan. Penyediaan benih tidak hanya dalam jumlah yang cukup dan terus-menerus, tetapi diperlukan mutu yang baik serta tepat sasaran.
Sejalan dengan perkembangan teknologi diberbagai bidang ilmu termasuk bidang perikanan, budidaya ikan sedang mengarah ke berbagai budidaya intensif. Intensifikasi di bidang perikanan menuntut adanya ketersediaan benih dalam jumlah dan mutu yang memadai secara kontinyu. Kontinyuitas ketersediaan benih tersebut membutuhkan kegiatan pembenihan yang intensif pula. Pembenihan yang intensif membutuhkan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu, penggalian ilmu pengetahuan dan teknologi adalah kegiatan praktikum di lapangan bagi mahasiswa perikanan.
Pemijahan dapat dilakukan dengan cara alami atau buatan. Pemijahan alami dimaksudkan pemijahan yang dilakukan secara alami antara jantan dan betina di dalam media pemijahan. Sedangkan pemijahan buatan dilakukan di luar media pemijahan, biasanya dilakukan dengan bantuan manusia atau dengan stripping (pemijahan). Saat ini, telah dijual dipasaran hormon gonadotropin yang dibuat dari ekstrak kelenjar hipofisa, ikan salmon dengan nama dagang ovaprim produksi Syndel Co, Vancoaver, Canada.
Adanya keberhasilan penemuan ekstrak hormon tersebut dapat memacu terjadinya peningkatan proses pemijahan. Sehingga, dalam usaha kegiatan pemijahan ikan akan memberikan dan meningkatkan hasil benih ikan yang berkualitas.

MORFOLOGI IKAN NILEM
Ikan nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan endemik (asli) Indonesia yang hidup di sungai – sungai dan rawa – rawa. Ciri – ciri ikan nilem hampir serupa dengan ikan mas. Ciri – cirinya yaitu pada sudut – sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut – sungut peraba. Sirip punggung disokong oleh tiga jari – jari keras dan 12 – 18 jari – jari lunak. Sirip ekor berjagak dua, bentuknya simetris. Sirip dubur disokong oleh 3 jari – jari keras dan 5 jari – jari lunak. Sirip perut disokong oleh 1 jari – jari keras dan 13 – 15 jari – jari lunak. Jumlah sisik – sisik gurat sisi ada 33 – 36 keping, bentuk tubuh ikan nilem agak memenjang dan piph, ujung mulut runcing dengan moncong (rostral) terlipat, serta bintim hitam besar pada ekornya merupakan ciri utama ikan nilem. Ikan ini termasuk kelompok omnivora, makanannya berupa ganggang penempel yang disebut epifition dan perifition (Djuhanda, 1985).

Klasifikasi Ikan Nilem (Osteochilus hasselti)
Ikan nilem (Osteochilus hasselti) menurut Saanin (1968) diklasifikasikan dalam:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Craniata
Class : Pisces
Subclass : Actinopterygi
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Cyprinoidae
Famili : Cyprinidae
Genus : Osteochilus
Species : Osteochilus hasselti

Kualitas Air
Ikan nilem akan melakukan pemijahan pada kondisi oksigen berkisar antara 5 – 6 ppm, karbondioksida bebas yang optimum untuk kelangsungan hidup ikan yaitu ≤ 1 ppm (Willoughby, 1999). Menurut Susanto (2001) suhu yang optimum untuk kelangsungan hidup ikan nilem berkisar antara 18 – 280C, dan untuk pH berkisar antara 6,7 – 8,6. Sedangkan menurut PBIAT Muntilan (2007), untuk kandungan ammonia yang disarankan adalah 0,5 ppm.

Reproduksi Ikan Nilem (Osteochilus hasselti)
Reproduksi pada ikan dikontrol oleh kelenjar pituitari yaitu kelenjar hipotalamus, hipofisis – gonad, hal tersebut dipengaruhi oleh adanya pengaruh dari lingkungan yaitu temperatur, cahaya, cuaca yang diterima oleh reseptor dan kemudian diteruskan ke sistem syaraf kemudian hipotalamus melepaskan hormon gonad yang merangsang kelenjar hipofisa serta mengontrol perkembangan dan kematangan gonad dalam pemijahan (Sumantadinata, 1981).
Reproduksi merupakan kemampuan indivudu untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya. Ikan memiliki ukuran dan jumlah telur yang berbeda, tergantung tingkah laku dan habitatnya. Sebagian ikan memiliki jumlah telur banyak, namun ukurannya kecil, sehingga sintasan rendah. Sebaliknya ikan memiliki telur sedikit, ukurannya besar. Kegiatan reproduksi pada setiap jenis hewan air berbeda-beda, tergantung kondisi lingkungnya (Fujaya, 2004).
Pemijahan adalah proses perkawinan antara ikan jantan dan ikan betina yang mengeluarkan sel telur dari betina, sel sperma dari jantan dan terjadi di luar tubuh ikan (eksternal). Dalam budidaya ikan, teknik pemijahan ikan dapat dilakukan dengan tiga macam cara, yaitu:
1. Pemijahan ikan secara alami, yaitu pemijahan ikan tanpa campur tangan manusia, terjadi secara alamiah (tanpa pemberian rangsangan hormon),
2. Pemijahan secara semi intensif, yaitu pemijahan ikan yang terjadi dengan memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad, tetapi proses ovulasinya terjadi secara alamiah di kolam,
3. Pemijahan ikan secara intensif, yaitu pemijahan ikan yang terjadi dengan memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad serta proses ovulasinya dilakukan secara buatan dengan teknik stripping atau pengurutan (Gusrina, 2008).

Budidya Ikan Bandeng



PENDAHULUAN

Bandeng (Chanos chanos Forsskål) adalah ikan pangan populer di Asia Tenggara. Ikan ini merupakan satu-satunya spesies yang masih ada dalam familia Chanidae (bersama enam genus tambahan dilaporkan pernah ada namun sudah punah) Dalam bahasa Bugis dan Makassar dikenal sebagai ikan bolu, dan dalam bahasa Inggris milkfish)
Mereka hidup di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dan cenderung berkawanan di sekitar pesisir dan pulau-pulau dengan terumbu koral. Ikan yang muda dan baru menetas hidup di laut selama 2–3 minggu, lalu berpindah ke rawa-rawa bakau berair payau, dan kadangkala danau-danau berair asin. Bandeng baru kembali ke laut kalau sudah dewasa dan bisa berkembang biak. Ikan muda (disebut nener), dikumpulkan orang dari sungai-sungai dan dibesarkan di tambak-tambak. Di sana mereka bisa diberi makanan apa saja dan tumbuh dengan cepat. Setelah cukup besar (biasanya sekitar 25-30 cm) bandeng dijual segar atau beku. Bandeng diolah dengan cara digoreng, dibakar, dikukus, dipindang, atau diasap.


Morfologi ikan
Tubuhnya berbentuk memanjang, padat, pipih, dan oval. Perbandingan tinggi dengan panjang total sekitar 1 : (4,0-5,2). Sementara itu, perbandingan panjang kepala dengan panjang total adalah 1 : (5,2 - 5,5), kepala tidak bersisik. Mulut terletak di ujung dan berukuran kecil. Rahangnya tanpa gigi. Mata tertutup oleh kulit bening (subcytuneus).
Tutup, insang terdiri dari tiga bagian tulang, yaitu operculum suboperculum dan radii branhiostegi, semua tertutup selaput membran branhiostegi. Sirip dada terletak dekat/di belakang tutup, insang dengan rumus jari-jari PI. 16-17. Sirip, perut terletak di bawah perut, dengan rumus jari-jari VI. 10-11. Sirip dubur terletak dekat anus dengan rumus jari-jari A 11. 8-9 Garis sisi (Linea lateralis) terletak memanjang dari belakang tutup insang dan berakhir pada bagian tengah sirip ekor.

Kebiasaan Hidup Ikan
Mereka hidup di Samudra Hindia dan menyeberanginya sampai Samudra Pasifik, mereka cenderung bergerombol di sekitar pesisir dan pulau-pulau dengan coral. Ikan yang muda dan baru menetas hidup di laut untuk 2 – 3 minggu, lalu berpindah ke rawa-rawa bakau, daerah payau, dan kadangkala danau-danau. Bandeng baru kembali ke laut kalau sudah dewasa dan bisa berkembang biak. Ikan muda ini dikumpulkan dari sungai-sungai (disebut nener) dan diternakkan di tambak-tambak. Di sana mereka bisa diberi makanan apa saja dan tumbuh dengan sangat cepat. Setelah cukup besar bandeng biasanya dijual segar atau beku, serta dikukus atau diasap.

Pemilihan Lokasi Budidaya
Ikan ini mampu menghadapi perubahan kadar garam yang sangat besair (eurihalin). Oleh karena itu, ikan laut ini bisa juga hidup di air payau dan air tawar. Lokasi ideal budi dayanya pada laguna di daerah pantai dan teluk terlindung yang aliran arusnya atau pergantian airnya lebih dari i00%/hari. Beberapa aspek teknis dalam pemilihan lokasi budi daya bandeng dalam KJA adalah :
1. Penempatan karamba harus di lokasi perairan yang bebas dari pencemaran.
2. Terlindung dari pengaruh angin dan gelombang yang besar.
3. Sirkulasi air akibat pasang surut dan arus tidak terlalu kuat (optimum 20-50 cm/dt).
4. Kurang organisme penempel (biofouling).
5. Fluktuasi salinitas tidak terlalu besar (<5 ppt). 6. Oksigen terlarut tidak kurang dari 4 mg/l.

Wadah Budi Daya

Pemeliharaan bandeng di KJA laut memerlukan wadah berupa keramba jaring, rakit berikut pelampung, dan jangkar. Ukuran rakit disesuaikan dengan ketersediaan bahan, dan jenis komoditas budi daya. Ukuran rakit biasanya 5 m x 5 m, 7 m x 7 m dan 10 m x 10 m, yang dapat memuat 4-16 karamba jaring ukuran 2 M X 2 M X 2 M.
Untuk pemeliharaan bandeng pada bulan pertama (ukuran ikan <20 g/ekor) digunakan karamba yang terbuat dari jaring hijau atau hitam. Masuk bulan ke 2 baru dipindahkan ke dalam karamba yang terbuat dari jaring trawl. Setiap karamba dilengkapi dengan penutup untuk menghindari kemungkinan lolosnya ikan pada saat ada goncangan. Pergantian karamba dilakukan sekali sebulan untuk menghindari terjadinya penempelan biofouling yang dapat mengganggu sirkulasi air.

Pengelolaan Budidaya
Penyediaan benih Kini sebagian besar benih bandeng diperoleh dari hatchery, tidak lagi dari alam. Penebaran benih Benih yang ditebar dalam KJA sebaiknya berukuran gelondongan. Hal ini disebabkan nener belum mampu mengatasi pengaruh lingkungan perairan yang berarus dan bergelombang. Keuntungan lain penggunaan gelondongan adalah benih dapat tumbuh cepat sehingga mempersingkat waktu pemeliharaan.
Padat penebaran sangat tergantung pada ukuran ikan dan wadah budi daya. Sifat perenang cepat dan melawan arus perlu menjadi pertimbangan dalam menentukan padat penebaran. Padat penebaran ikan berukuran 3 g sebesar 200-30o ekor/m3. Adapun padat tebar ikan berukuran 100-15o g/ekor adalah 125 ekor/m3.
Penebaran hendaknya dilakukan pada pukul 06.00-08.00 atau 19.00-20.00 untuk menghindari ikan stres aldbat perubahan kondisi lingkungan perairan. Adaptasi salinitas hendaknya dilakukan sebelum benih ditebar dan disesuaikan dengan salinitas perairan di lokasi KJA.
Transportasi bandeng ke karamba dapat dilakukan dengan penggunaan kantong plastik berisi air 5-10 l dan oksigen dengan perbandingan 1 : 2. Padat penebaran gelondongan ukuran 10 cm sekitar 5o ekor/kantong, dengan waktu tempuh sekitar 5-6 jam.

Pendederan
Pendederan nener dapat dilakukan di petakan tambak, bak terkontrol, maupun hapa yang ditancapkan di tambak. Pendederan umumnya berlangsung selama 80 hari. Pendederan bertujuan untuk mendapatkan gelondongan bandeng berukuran 75—100 g/ekor. Selama tahap pendederan pertambahan bobot ikan per hari berkisar 40-50 mg.

pembesaran
Lama pembesaran untuk mencapai ukuran di atas 300 g dengan benih berukuran sekitar 3 g adalah 12o hari. Adapun lama pembesaran untuk mencapai ukuran konsumsi (500 g/ekor) dengan berat benih 20 g selama 5 bulan

Pemberian pakan
Pakan utama bandeng terdiri dari organisme plankton, benthos, detritus, dan epifit. Dalam budi daya bandeng sekarang, digunakan juga pakan ikan buatan (pelet). Budi daya bandeng dalam KJA sepenuhnya mengandalkan pada pakan buatan dengan kandungan proteinnya berkisar 20-30%.
Umumnya pakan diberikan sebanyak 10-30% dari total bobot ikan/hari. Waktu pemberian pakan dilakukan sebanyak 2-3 kali sehari (pagi, siang, dan sore). Pemberian pakan dilakukan sedikit demi sedikit agar pakan tidak banyak terbuang. Pemberian pakan dapat juga dengan metode satiasi (sekitar 90% ikan dalam kondisi kenyang).
Pertumbuhan ikan perlu dipantau setiap bulan. Tujuannya sebagai acuan dalam menentukan jumlah pakan yang diberikan serta mengevaluasi perkembangan bobot dan kesehatan ikan.

Panen
Bandeng dapat dipanen setelah mencapai ukuran konsumsi (300-500 g/ekor) dengan lama pemeliharaan 4-5 bulan dari gelondongan. Sementara itu, bandeng super dapat dipanen setelah berukuran 800 g/ekor dengan masa pemeliharaannya selama 120 dari gelondongan ukuran 100-150 g/ekor. Tingkat produktivitas bandeng dalam KJA ditentukan oleh faktor laju pertumbuhan, sintasan, kuantitas, dan kualitas pakan serta pengelolaan budi daya. Panen bisa dilakukan secara selektif atau total dengan menggunakan seser.

Minggu, 06 Februari 2011

“LAPORAN PRAKTEK MANAJEMEN KUALITAS AIR DI PT. BERKAT KASIH KARUNIA TAPANULI TENGAH”

“LAPORAN PRAKTEK MANAJEMEN KUALITAS AIR
DI PT. BERKAT KASIH KARUNIA TAPANULI TENGAH”

PENDAHULUAN
Udang putih (Litopenaeus vannamei) dikenal masyarakat dengan nama vannamei merupakan spesies asli dari perairan Amerika Tengah. Spesies udang putih (Litopenaeus vannamei) resmi diperkenalkan dan dibudidayakan di Indonesia mulai awal tahun 2000. Hal ini menggairahkan kembali usaha pertambakan di Indonesia yang mengalami kegagalan budidaya akibat serangan penyakit terutama bintik putih (white spot) pada budidaya udang windu (Penaeus monodon Fab.). Penyakit white spot telah menyerang tambak-tambak udang windu, baik yang dikelola secara tradisional maupun intensif meskipun telah menerapkan teknologi tinggi dengan fasilitas yang lengkap.
PT Berkat Kasih Karunia (BKK) merupakan salah satu perusahaan swasta di Indonesia yang terletak di Tapanuli tengah yang bergerak pada usaha tambak udang yang khusus menghasilkan udang untuk ukuran konsumsi dengan teknik budidaya yang digunakan secara intensif. Udang Vannamei yang telah dipelihara sampai ukuran konsumsi kemudian di ekspor bahkan sampai ke luar negeri.
Adapun tujuan dari pada Praktikum ini adalah untuk mengetahui Pembesaran udang vanname dan pengellaan kualitas air di PT. Berkat Kasih Karunia.


METODOLOGI
Waktu Dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan Pada Tanggal 30 Januari 2011 di PT. Berkat Kasih Karunia yang terletak di JI. Padang Sidempuan KM 17 Sibolga-Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Metode Praktek
Dalam melaksanakan praktikum ini, metode yang digunakan adalah metode survey langsung di lapangan dan pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan pengamatan langsung di lokasi pembesaran udang vanname.
Parameter yang diamati
Parameter yang diamati dalam praktikum ini antara lain sebagai berikut.
1. Lokasi tambak udang
2. Bentuk / Jenis tambak (tradisional, semi intesif, intensif)
3. Sarana dan Prasarana Tambak
4. Pematang dan petakan tambak
5. Saluran air (pintu masuk/keluar)
6. Pemasangan kincir dan Anco
7. Kualitas air
8. Pemberian Pakan dan penebaran benih
9. Hama dan Penyakit



HASIL
Parameter Kualitas Air
Parameter kualitas air tambak udang Vanname di PT. Berkat Kasih Karunia dapat silihat pada tabel berikut.
Parameter Hasil
Suhu 28-31 C
Salinitas 5 - 20 ppm
pH 7,0 - 8,0
Kedalaman air 1,2 - 1,5 m
Kedalan Kolam 1,2-1,7 m
Kecerahan 15 - 30 cm
Jenis Perairan Payau
Jenis Tanah liat berpasir dan gambut
Sarana Dan Prasarana Pertambakan
Sarana dan prasarana pertambakan dapat dilihat pada table berikut ini.
Deskripsi Hasil
Bentuk petakan tambak Persegi panjang
Kolam pembesaran 49 unit
Sumber air Laut dan sungai
Sumber listrik PLN dan Genset
Kincir 4-6 buah/kolam



LANGKAH KERJA
Persiapan Kolam
1. Pengapuran
Kegiatan ini dilakukan setelah kolam dikeringkan selama tiga hari. pengeringan berfungsi untuk mematikan siklus hidup hama (pemangsa, penyaing dan perusak) dan untuk memperbaiki struktur dan tekstur tanah agar menjadi subur dan gembur. Kapur yang digunakan di tambak PT. BKK adalah kapur Dolomik.
2. Pengisian air
Setelah pengapuran kemudian kolam diisi dengan air setinggi 70 – 100 cm dan setelah itu dilakukan seting kincir
3. Pemupukan
pemupukan kolam dilakukan dengan tujuan untuk menumbuhkan pakan alami. Pupuk yang digunakan adalah pupuk TSP. untuk menambah pertumbuhan plankton di tambahkan Fosfat, nitrogen dan oksigen.
4. Penebaran Benur
Penebaran benur udang dilakukan setelah pemupukan yaitu 100 – 500 ekor/m2




Pemberian Pakan
Jenis Pakan
Umur (hari) Jenis Pakan
0 - 10 Crumble 0,1
10-20 Crumble 0,2
20 - 30 Crumbel 0,3
30 - 60 Pelet 638 SP
60 - 90 Pelet 684 SP

Fedding frequency
Umur (hari) Jumlah Pakan
0-10 2 kali/ hari
10-30 3-4 kali/hari
30-90 5 kali/ hari

Pemasangan Anco
Anco merupakan jarring yang dibentuk lingkaran yang diletakan didasar tambak sekitar areal makan ikan yang berfungsi untuk mengontrol keadaan udang yang dipelihara di tambak.